Admin Admin
Jumlah posting : 136 Age : 43 Registration date : 26.10.08
| Subyek: kunang-kunang Fri Apr 24, 2009 3:04 pm | |
| “Kamu tahu kenapa cahaya kunang-kunang dingin?”
Pertanyaan Ibu kembali menyusup di gelap malam ini. Pertanyaan itu kudengar saat aku kecil. Saat aku sibuk menangkap kunang-kunang di halaman rumah kami. Di halaman yang sekarang menghampar di hadapanku. Dahulu, sebelum listrik masuk, kunang-kunang selalu sampai ke halaman ini. Aku selalu merengek-rengek pada Ibu untuk menemaniku ke luar dan menangkap kunang-kunang itu. Kunang-kunang yang bekerlap-kerlip. Indah.
Ibu akan menyerah dan mengizinkanku memasukkan kunang-kunang itu ke dalam rumah dengan plastik kaca. Menjadikannya lentera.
“Kamu tidak boleh menyiksa kunang-kunang itu. Ayo lepaskan lagi.” Itu yang kemudian selalu dikatakan Ibu, mengantarku menghalau kunang-kunang itu.
Aku masih ingat tatapan mata Ibu kala itu. Tatapan yang begitu jauh. Tapi, yang mungkin ditangkap mata itu hanya gelap yang telah menjadi pekat dan cahaya kunang-kunang. Rumah penduduk di kampung ini berjarak cukup jauh. Pohon dan semak mengisi jarak-jarak itu. Pembangunan tak pernah benar-benar sampai di sini. Jalanan masih saja jalan yang berbatu-batu. Bahkan, kantor kepala desa sudah lama tidak dihuni. Kini, lampu-lampu memang membuat gelap tidak terlalu pekat lagi. Namun, kunang-kunang jadi enggan mampir ke halaman ini. Mereka bersembunyi di balik semak-semak.
Aku ingat betapa aku tak bisa tidur tanpa bermain dahulu dengan mereka. Ibu selalu menurutiku, bahkan, terkadang ikut bermain. Entah bagaimana, kunang-kunang sudah ada di tangkup tangan Ibu. Aku selalu takjub. Bersama Ibu, kunang-kunang itu menjelma gelang kaki, kalung, bahkan sebagai mahkota di rambutnya yang panjang. Bekerlap-kerlip. Indah. Dan, kunang-kunang itu menurut begitu saja.
Ibu selalu mengakhiri permainan kami dengan ajakan masuk. “Bapakmu belum pulang juga,” gumamnya dari balik tirai jendela. Aku menangkap sesuatu dalam tatapan Ibu, entah apa.
Setelah dewasa, aku menyadari bahwa—saat itu—aku menangkap kegelisahan.
Bapak. Sosok itu bagai bayang-bayang bagiku. Tidak pernah nyata. Aku tidak tahu apa kerja Bapak. Yang pasti aku tidak pernah bertemu dengan Bapak. Ia selalu pulang saat aku sudah bertemu mimpi-mimpi, pergi saat aku belum terjaga. Setiap kali aku mencoba tetap terjaga untuk menunggu kehadiran Bapak, Ibu akan bilang, “Bapakmu tidak pulang lagi malam ini.”
Mungkin, aku benar-benar ditakdirkan tidak bisa bertemu Bapak. Setiap hari, yang kudapati hanya Ibu, yang selalu menyimpan kegelisahan di matanya. Namun, kegelisahan itu cepat terlupa oleh mimpi yang sering hadir dalam malam-malamku. Mimpi tentang aku, Ibu, dan kunang-kunang; kami tertawa bahagia. | |
|
iwied
Jumlah posting : 1 Registration date : 07.06.11
| Subyek: Re: kunang-kunang Tue Jun 07, 2011 1:25 am | |
| salam,
harap cantumkan sumber tulisan ini. thx
http://penjualkenangan.blogspot.com/2008_07_01_archive.html | |
|